Diungkapkan Ketua Yayasan Usaha Pengembangan Kesejahteraan Masyarakat Terpadu (UPKMT) Eko Haryanto SKom, untuk masalah akademik, pada tingkat SD, pihak sekolah membekali para siswanya dengan 100% akademik.
“Yang SMP itu akademiknya 60% keterampilannya 40%. Ketika SMA dibalik, Akademiknya 40% keterampilannya 60%,” tuturnya.
Hal ini bertujuan ketika para siswanya lulus dan terjun ke masyarakat sudah bisa mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain.
Yayasan yang membawahi SLB Pri Buaran mulai dari PAUD hingga SMA tersebut menerima seluruh ketunaan yang dimiliki siswanya. “Karena peraturan sekarang SLB harus menerima semuanya,” ungkapnya.
Saat ini pihaknya menerima siswa dengan ketunaan B, C, D, E. Jurusan B bagi siswa tuna rungu, Jurusan C untuk Tuna Grahita, Jurusan D Tuna daksa dan jurusan E bagi siswa yang memiliki tuna laras. Eko mengungkapkan, ketunaan yang paling dominan di sekolahnya adalah tuna rungu dan tuna grahita. “Paling dominan sekali tuna grahita,” tuturnya.
Selain itu, ada beberapa siswanya yang memiliki tuna netra ganda. Ganda yang dimaksud adalah, siswa tersebut memiliki tuna netra, namun juga ada tuna grahita. Biasanya pihak sekolah akan memasukkan siswa tersebut kedalam kelompok siswa yang memiliki ketunaan ganda. Bagi orangtua murid yang ingin mendaftarkan anaknya ke SLB, idealnya harus melalui pemeriksaan dari dokter spesialis dan hasil tes IQ dari psikolog. Namun untuk saat ini pihaknya tetap menerima siswa apa adanya. Meski begitu pihak SLB menerapkan tes Assesment bagi siswa baru, terutama bagi yang akan masuk SD.
Tes Assesment tersebut dilakukan untuk mengetahui jenis ketunaan yang dimiliki para siswanya sebelum menempuh pendidikan di SLB. “Kalau anak itu C dia C1 atau C murni, ganda atau tunarungu,” ujarnya.
Untuk sistem pengajaran, pihak SLB menerapkan pembelajaran individual. Dalam aturan PLB, seharusnya satu kelas diisi oleh satu guru dan empat siswa. Namun karena jumlah guru yang tidak banyak, akhirnya satu kelas diisi oleh satu guru dan delapan siswa. Setiap anak dikelompokkan sesuai ketunaannya masing-masing.
“Itu yang untuk C dan D bisa 1:8. Tapi kalau C1 dan autis, tunanetra, tunadaksa kita maksimalkan lima,” imbuhnya.
Sedangkan untuk kurikulum, pihaknya menggunakan kurikulum PLB. Diungkapkannya, kurikulum PLB tersebut standarnya menyesuaikan. “Misalkan di sekolah umum, matematika diajarkan sampai angka 10, kita cukup 2 dan 3. Kita tidak bisa memaksakan anak untuk bisa sampai 10,” katanya.
Eko juga menambahkan, walaupun dalam satu kelas siswanya memiliki ketunaan yang sama, namun kemampuan mereka berbeda.
Untuk mempersiapkan Ujian Nasional, pihaknya telah mengadakan pengayaan materi yang diujikan sejak awal semester. Ujian Nasional tahun lalu,para siswanya berhasil lulus bahkan memiliki nilai diatas rata-rata jika dibandingkan dengan sekolah umum. “Tapi itu standar PLB. Untuk nilai kita masih bisa bersaing,” katanya.
Eko berharap, para siswanya berhasil lulus dan dapat mengikuti Ujian Nasional dengan baik. Selain itu ia berharap mendapat perhatian khusus dari masyarakat dan pemerintah terutama pada bidang PLB.
Sumber:
Berikan Komentar
Berkomentarlah yang sopan dan jangan buang-buang waktu untuk melakukan spam. Terimakasih.
Obrolan Ringan
Tweets by @komunitasgamer