
Terpidana Mati Bali Nine dikawal ketat oleh Polisi
foto:wikepedia.org
Duo Bali Nine (Andrew Chan dan Myuran Sukumaran) akhirnya dipindahkan ke penjara Nusa Kembangan dengan pengawalan super ketat, keduanya terhitung 9 dari 10 para narapidana hukuman mati, di mana seorang terpidana mati atas nama Mary Jane berkebangsaan Filipina sedang menunggu keputusan PK dari MA.
Mereka adalah para narapidana yang akan menerima eksekusi mati pada gelombang/tahap kedua masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang akan segera diselenggarakan. Di berbagai Media dan di dunia maya, berbagai tanggapanpun bermunculan. Tanggapan paling seru tentu datang dari publik Australia khusus terkait rencana eksekusi mati Duo Bali Nine.
Perdana Menteri Australia, Tony Abott dalam salah satu pernyataan resminya mengenai rencana eksekusi mati atas Duo Bali Nine oleh Kejaksaan Indonesia sebagaimana disiarkan oleh Media Metro TV menyatakan, “Pemerintah dan rakyat Australia tentu tidak setuju dengan kejahatan besar yang akibatkan efek Narkoba, dan juga tidak setuju dengan hukuman mati atas Duo Bali Nine akibat kejahatan besar yang telah dilakukan keduanya...”.
Menyimak pernyataan ini, saya melihat bahwa memang ada kesungguhan besar pemerintah Australia untuk lobi dalam meniadakan ataupun membatalkan eksekusi hukuman mati atas Duo Bali Nine. Selain pemerintah Australia tercatat pula, Presiden Dilma Rousseff menunda penyerahan surat kepercayaan (credential letter) kepada Dubes RI untuk Brasil di istana presiden Brasil, serta juga upaya pemerintah Perancis untuk meminta pembatalan eksekusi mati, serta upaya-upaya berbagai pemerintah negara-negara yang warganya akan dieksekusi mati sesuai hukum positif di Indonesia.
Dalam salah satu wawancaranya Menlu Australia Julie Bishop malahan menyatakan, “Selama ini Indonesia memiliki hukum tersendiri dan Indonesia berhak menegakkan hukumnya secara merdeka, akan tetapi kita berharap ada terbuka kemungkinan bagi Presiden Joko Widodo untuk memberikan pengampunan”. Sementara itu, Dubes Indonesia di Australia menyatakan, “Kami (Indonesia) juga merasa sedih untuk melaksanakan eksekusi mati atas Duo Bali Nine”.
Kalimat-kalimat perrnyataan para penguasa pemerintahan negera-negara di atas setidaknya ikut menyiratkan berbagai ketegangan dan pergulatan dalam waktu, pada satu sisi bahwa hukum di Indonesia sudah pada tahap akhir untuk siap laksanakan eksekusi mati atas Duo Bali Nine, Cs dengan adanya bukti penolakan grasi, tak memungkinkan untuk PK lagi sebab yang bersangkutan sudah menyatakan bersalah. Dan pada satu sisi yang lain, ada ketegangan baru karena muncul juga rasa cinta dan belaskasih dan atas dasar nilai persahabatan antara kedua negara sahabat dan bertetangga.
Berangkat dari pernyataan-pernyataan ini, sebagai warga Indonesia, saya ingin menggariskan bahwa betapa pemerintah Indonesia dan rakyatnya kini sedang teruji keteguhannya, antara kesedihan melaksanakan hukuman mati dan komitment serta keteguhannya pada hukum Indonesia. Pilihan paling bisa diambil demi keteguhan pada hukum ialah eksekusi mati atas ke-9 atau ke-10 narapidana di mana 9 diantaranya berkewarganegaraan asing itu musti perlu dilakukan atas orang-orang yang telah melakukan kesalahan berat itu demi karakter, keteguhan dan kesetiaan pada ketetapan normatif hukum yang sudah final.
Karakter bangsa Indonesia akan meningkat karena eksekusi mati ini dibuat atas dasar nilai-nilai dan norma hukum melalui pengadilan yang sah di sebuah negara berdaulat dan merdeka secara penuh di dunia. Itu demi upaya melaksanakan norma hukum sekaligus menunjukkan kesetiaan Indonesia pada filsafat Pancasila yang menjunjung tinggi norma hukum. Eksekusi mati juga menunjukkan nilai kepercayaan terhadap diri sendiri sebagai bangsa yang merdeka-berdaulat serta keteguhan terhadap sikap, pemikiran dan pendirian, dan tidak menjadi bangsa yang terombang-ambing, serta bangsa yang tidak gentar atau tidak takut atas resiko akibat pandangan dan ketetapan atas norma hukum yang sah di Indonesia. Nilai lain ialah otonomi bangsa sendiri untuk menegakkan norma hukum secara merdeka akan meningkat serta kesetiaan dan keteguhan pada komitmen untuk menegakkan norma hukum dengan resiko bahwa pemerintah dan rakyat RI siap menghadapi segala konsekuensinya.
Demi norma hukum, maka adalah sangat tepat, bahwa apabila hukuman mati atas kasus Duo Bali Nine dan juga narapidana-narapidana lainnya itu dapat dilaksanakan dalam gelombang kedua hukuman mati, adalah merupakan tanggung jawab moril seluruh rakyat dan bangsa Indonesia bersama pemerintah Indonesia yang tak mundur selangkahpun dalam menegakkan norma hukum, sebagai bagian dari penghayatan dan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila di bumi nusantara tercinta ini. Maju pantang mundur, Indonesia!
Sumber:
Berikan Komentar
Berkomentarlah yang sopan dan jangan buang-buang waktu untuk melakukan spam. Terimakasih.
Obrolan Ringan