
Ketua Satuan Tugas Perlindungan Anak (Satgas-PA), M Ihsan, dalam artikel Persetubuhan Anak, Tidak Ada Istilah Suka Sama Suka, yang kami akses dari viva.co.id, mengatakan, pernyataan suka sama suka dapat mengaburkan permasalahan persetubuhan anak. Sehingga dikhawatirkan dapat terbentuk opini bahwa persetubuhan anak-anak diperbolehkan asal didasari rasa suka sama suka.
Ihsan menambahkan, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 (UU 35/2014) pun tidak mengenal istilah suka sama suka untuk persetubuhan dan pencabulan pada anak. MenurutI hsan, posisi anak tetap sebagai korban walaupun anak yang minta berhubungan badan atau dicabuli oleh orang lain.
Hal serupa juga dapat dilihat dalam pertimbangan hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Pangkajene No.: 157/Pid.B/2011/PN Pangkajene, dimana Majelis Hakim menekankan bahwa norma utama yang terkandung dalam UU Perlindungan Anak yang menjadi aturan yang didakwakan dalam perkara a quo berbeda normanya dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) terkait dengan masalah tindak pidana kesusilaan.
KUHP, menurut hakim, mensyaratkan adanya kekerasan atau ancaman kekerasan untuk dapat menghukum pelaku pemerkosaan berdasarkan Pasal 285 KUHP. Sehingga jika terjadinya persetubuhan tersebut karena “suka sama suka” antara korban dan pelaku maka unsur “pemaksaan” menjadi hilang.
Lebih lanjut, dalam pertimbangannya hakim menyebutkan, menurut UU Perlindungan Anak, hukum melindungi anak-anak dari segala bentuk perbuatan persetubuhan baik itu karena suka sama suka, pembujukan, terlebih jika ada pemaksaan.
Ini berarti “atas dasar suka sama suka” dalam persetubuhan yang melibatkan anak, tidak dapat dijadikan alasan untuk menghindar dari jeratan hukum.
Mengenai persetubuhan dengan anak serta perbuatan cabul, diatur dalam Pasal 76D dan 76E UU 35/2014 sebagai berikut:
Pasal 76D UU 35/2014:
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Pasal 76E UU 35/2014:
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Sanksi dari tindak pidana tersebut dapat dilihat dalam Pasal 81 dan Pasal 82 UU 35/2014:
Pasal 81 UU 35/2014:
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 82 UU 35/2014
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Sedangkan, jika persetubuhan tersebut dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa, dan atas dasar suka sama suka serta dengan kesadaran penuh, maka tidak dapat dilakukan penuntutan pidana terhadap laki–laki tersebut.
Lain halnya, jika salah satu atau keduanya terikat dalam perkawinan, maka perbuatan tersebut dapat dipidana karena zina sepanjang adanya pengaduan dari pasangan resmi salah satu atau kedua belah pihak (lihat Pasal 284 KUHP). Simak juga artikel Pasal Apa untuk Menjerat Pacar yang Menolak Bertanggung Jawab?
Menuntut di kemudian hari
Kemudian, mengenai pertanyaan kedua Anda, apakah jika anak tersebut telah berumur 18 tahun, anak tersebut tetap dapat menuntut pelaku?
Perlu diketahui bahwa tindak pidana terjadi pada saat korban masih anak-anak, maka yang berlaku adalah ketentuan pada saat tindak pidana terjadi, yaitu ketentuan terhadap korban persetubuhan/percabulan anak. Jika anak tersebut telah berusia 18 tahun, ia tetap dapat menuntut, karena belum melewati daluarsa penuntutan pidana yang diatur dalam Pasal 78 KUHP:
(1) Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
1. mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;
2. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
3. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;
4. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.
(2) Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga.
Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan.
Karena sanksi pidana bagi persetubuhan atau percabulan terhadap anak di bawah umur paling sedikit 5 tahun dan paling lama 15 tahun, maka daluarsanya adalah sesudah 12 tahun sesudah perbuatan dilakukan. Ini berarti, korban masih dapat melakukan penuntutan walaupun ia bukan termasuk kategori anak lagi.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Starfrecht) Staatsblad Nomor 732 Tahun 1915
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Sumber = www.hukumonline.com
Berikan Komentar
Berkomentarlah yang sopan dan jangan buang-buang waktu untuk melakukan spam. Terimakasih.
Obrolan Ringan
Tweets by @komunitasgamer