Jokowi diharapkan bisa menegakkan visinya tentang peran Indonesia sebagai "poros maritim dunia" di kancah internasional, termasuk pada serangkaian forum multilateral, dimana Ia akan menghadiri KTT Kerjasama Ekonomi (APEC) se-Asia Pasifik di Beijing, KTT ASEAN dan KTT Asia Timur ke-9 (EAS) di Naypyidaw di Myanmar dan juga KTT para pemimpin G20 di Brisbane, Australia.
"Doktrin Indonesia sebagai negara kepulauan dengan potensi maritim yang sangat besar selama bertahun-tahun hanya sebuah wacana. Jokowi ingin menghubungkan doktrin dan kesejahteraan rakyat. Peran Indonesia sebenarnya sangat mendominasi tapi kita tampaknya hanya menjadi penonton saja, "kata Rizal Sukma, yang mengepalai urusan pertahanan dan luar negeri kelompok kerja tim transisi Jokowi dan Jusuf Kalla.
"Jokowi ingin memanfaatkan identitas Indonesia sebagai sumbu maritim untuk kepentingan rakyat. misalnya, menghubungkan doktrin sumbu maritim dengan agenda pembangunan yang menguntungkan rakyat, "tambah Rizal, direktur eksekutif dari Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS).
Menurut Rizal, Jokowi ingin membuat nama Indonesia harum di kancah internasional demi rakyat Indonesia. "Akibatnya, diplomasi ekonomi, seperti perdagangan dan investasi, akan mendapatkan lebih banyak perhatian pada setiap kesempatan diplomatik," kata Rizal, yang juga ketua hubungan internasional di Pengurus Pusat Muhammadiyah.
Rizal mengingatkan wartawan dari janji Jokowi yang menyatakan selama debat presiden di televisi pada 22 Juni Saat itu, Jokowi mengatakan bahwa, di masa depan, duta besar Indonesia harus mampu bertindak sebagai "Duta Marketing". Dia bahkan menyatakan bahwa 80 persen dari diplomasi Indonesia di masa depan harus melibatkan perdagangan.
Sebelumnya pada hari Senin, Jokowi mengatakan "Hari ini tidak lagi era produk-berpusat atau era konsumen yang berpusat. Bangsa ini membutuhkan tenaga marketing yang bisa bekerja keras yang mampu memasarkan produk negara kita secara efektif. Apa gunanya memiliki produk yang baik apabila kita tidak dapat memasarkannya? " Rizal juga mengisyaratkan bahwa pemerintahan Jokowi itu mungkin bisa dikatakan "Audit diplomatik". "Esensinya adalah untuk meninjau keberadaan ke-98 dari kedutaan besar Indonesia di seluruh dunia. Misalnya, kedutaan besar di negara dengan volume perdagangan bilateral rendah dapat dipertimbangkan kembali. Namun, ada beberapa faktor lain yang harus diperhitungkan, seperti sejarah bilateral dengan negara-negara tertentu, "katanya.
Diplomat Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi juga akan diminta untuk menunjukkan komitmen yang kuat untuk melindungi buruh migran. Jokowi dan timnya juga telah berpikir tentang memperkenalkan mekanisme yang lebih efektif untuk menyediakan jaringan bagi orang Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri.
Sementara itu, salah satu wakil kepala tim transisi Andi Widjajanto, mengatakan bahwa pendekatan Jokowi akan digunakan dalam forum internasional dengan gaya yang berbeda dari diplomasi yang dilakukan SBY. "dengan metode gaya baru tidak akan secara drastis mengubah kebijakan luar negeri Indonesia. Indonesia tetap menjaga prinsip bebas dan aktif, "katanya.
Berikan Komentar
Berkomentarlah yang sopan dan jangan buang-buang waktu untuk melakukan spam. Terimakasih.
Obrolan Ringan
Tweets by @komunitasgamer